Komunitas Masyarakat Simalungun Dorong Pemerintah Beri Gelar Pahlawan Nasional ke Rondahaim Saragih
Diskusi bertajuk 'Tuan Rondahaim Saragih-Pejuang Kemerdekaan Tanah Simalungun yang Terlupakan' digelar oleh Para Syndicate.

Bagikan:

JAKARTA - Komunitas Masyarakat Simalungun mendorong pemerintah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Raja Raya Namabajan, Tuan Rondahaim Saragih atas perjuangannya mengusir penjajah dari tanah Simalungun, dan sekitarnya.

"Yang kita bicarakan hari ini adalah calon Pahlawan Nasional, tetapi Pahlawan Nasional yang datang dari daerah. Ini sumbangan daerah untuk NKRI. Hal ini menjadi penting sebab membangun Indonesia, harus dari daerah," kata sesepuh masyarakat Simalungun, Bungaran Saragih.

Hal itu dikatakan Bungaran bersama sejumlah tetua masyarakat Simalungun dan sejarawan dalam diskusi bertajuk "Tuan Rondahaim Saragih-Pejuang Kemerdekaan Tanah Simalungun yang Terlupakan" yang digelar oleh Para Syndicate, Jumat 27 Oktober.

"Kalau daerah tidak mendapat perhatian dari pemerintah pusat, dalam pengertian yang luas, maka sulit bagi NKRI untuk berkembang pada masa-masa yang akan datang. Maka dari itu, pemerintah pusat harus menyadari bahwa kekuatan bangsa ini, ada di daerah," sambung dia.

Pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2000-2004 itu mengatakan, Rondahaim Saragih merupakan salah satu leluhurnya yang kerap menjadi tauladan di keluarganya.

Perjuangan Rondahaim Saragih mengusir penjajah dari tanah airnya, kerap menjadi cerita penting dalam perjalanan keluarga besar Saragih.

"Saya selalu mendapat nasihat dari para orang tua bahwa ada di bagian keluarga kita sesosok orang yang ikut berjuang mengusir Belanda, dengan perjuangan yang belum pernah terjadi di tanah Simalungun sebelumnya," ujarnya.

Senada dengan yang disampaikan oleh Bungaran, Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatulah, Dien Madjid mengatakan upaya mendorong pemerintah untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Rondahaim Saragih merupakan langkah yang penting.

"Kita harus meminta Bupati Simalungun aktif, Dr. Jopinus Ramli Saragih untuk mau membuat deklarasi mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Tuan Rondahaim Saragih," katanya.

"Sementara opsi kedua adalah bagaimana DPRD sekarang ini bersama Gubernur dan tokoh yang lain, bisa membawa usulan ini ke Presiden. Kita sampaikan bahwa berdasarkan kajian akademis dan lainnya, bagaimana agar tokoh besar dari tanah Simalungun ini bisa diangkat," lanjut Dien.

Sementara Ketua sekaligus Pendiri Nation and Character Building Institute (NCBI), Juliaman Saragih mengatakan, pihak penyelenggara berharap agar gelar Pahlawan Nasional segera diberikan kepada Rondahaim Saragih pada Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November 2023 mendatang.

Pasalnya, kata dia, Rondahaim Saragih yang merupakan Penerima Bintang Jasa Utama Republik Indonesia (berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 077/TK/TAHUN 1999, tanggal 13 Agustus 1999), sejatinya adalah representasi Suku Simalungun di Sumatera Utara (Sumut).

Pertimbangan yang lain adalah belum adanya penganugrahan Pahlawan Nasional dari tanah Simalungun, padahal suku Simalungun memiliki andil besar dalam sejarah perjuangan bangsa, sejak masa penjajahan kolonial Belanda hingga masa perang kemerdekaan.

"Selain pertimbangan politik kekuasaan, bagaimana kita menilai dan merumuskan kepatutan terhadap figur dan jejak rekam perjuangan Tuan Rondahaim Saragih, dengan harapan, bisa melengkapi dan memperkuat pertimbangan keputusan Presiden menetapkan Tuan Rondahaim Saragih sebagai Pahlawan Nasional Tahun 2023," katanya.

Rondahaim Saragih, kata Juliama, adalah satu-satunya raja dari Sumatera Utara yang tidak pernah ditangkap Belanda sampai akhir hayatnya. Sikapnya yang konsisten, tegas dan pantang menyerah kemudian melahirkan gaya kepemimpinan yang disegani dan dipatuhi rakyatnya.

Juliaman menjelaskan selain ahli strategi perang, Rondahaim Saragih juga mampu memobilisasi ribuan rakyat Simalungun dari Kerajaan Maropat (4 Kerajaan, lintas etnik) untuk berjuang mengusir penjajah Belanda, dan mengirim pasukannya di sepanjang perbatasan Kerajaan Deli dan Tanah Karo ketika Belanda sudah menaklukan wilayah pantai Sumatera Timur khususnya Bandar Khalifah (Pelabuhan Kerajaan Padang). .

"Membangun Benteng Pertahanan di Saran Sisaping: Local Genius; memanfaatkan topografi (bentang alam) dan teknik perang gerilya. Jangkauan Perjuangan Tuan Rondahaim Saragih menembus keluar Simalungun, bahkan berdampak secara luas tidak hanya sampai ke Medan, Batavia tapi menjangkau Negeri Belanda: Menjadi pembicaraan di parlemen Belanda (menteri koloni)," ucap Juliaman.

Bahkan, lanjut dia, Belanda mengakui keunggulan strategi perang Tuan Rondahaim Saragih, sehingga tidak berani menyerang dan menangkapnya. Sampai lima tahun sesudah kematianya, Belanda baru berani datang ke Raya untuk memaksa Puteranya Tuan Hapoltakan Saragih mengakui kekuasaan Belanda atas Tanah Simalungun.