Dicegat Otoritas Taliban saat di Bandara, Pelajar Perempuan Afghanistan Penerima Beasiswa Gagal Kuliah di Dubai
Ilustrasi wanita Afghanistan. (Wikimedia Commons/Davric)

Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Taliban di Afghanistan kembali 'menghantam' kaum perempuan di negara itu, setelah seorang pelajar wanita gagal berkuliah di luar negeri akibat dicegat di bandara, sementara itu adalah fasilitas beasiswa internasional.

Pembatasan keras Taliban terhadap kaum perempuan Afghanistan, tak mengubah tekad Natkai (bukan nama sebenarnya), untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, kendati kecil kemungkinannya.

Ia kemudian mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) dari miliarder Emirat Sheikh Khalaf Ahmad Al Habtoor.

Beasiswa untuk perempuan Afghanistan diumumkan pada Desember 2022 setelah Taliban melarang perempuan masuk universitas, melansir BBC 28 Agustus.

Informasi diperoleh, total ada 100 perempuan Afghanistan yang berhasil mendapatkan beasiswa ini. Beberapa pelajar Afghanistan yang tinggal di luar negeri telah melakukan perjalanan ke Dubai.

Pada Hari Rabu tanggal 23 Juli, Natkai mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya dan berangkat ke bandara. Namun, harapannya segera pupus.

"Ketika para pejabat Taliban melihat tiket dan visa pelajar saya, mereka mengatakan anak perempuan tidak diperbolehkan meninggalkan Afghanistan dengan visa pelajar," katanya.

"Setelah Taliban menutup universitas untuk perempuan, satu-satunya harapan saya adalah mendapatkan beasiswa yang dapat membantu saya belajar di luar negeri," ungkap Natkai yang berusia 20 tahun.

Natkai adalah satu dari sedikitnya 60 gadis yang ditolak meninggalkan negara itu saat sudah berada bandara.

Foto-foto yang dilihat BBC menunjukkan gadis-gadis muda berhijab atau jilbab hitam, berdiri di samping barang bawaan mereka dalam keadaan terpukul dan bersedih.

Taliban diketahui melarang perjalanan kaum perempuan bepergian sendiri ke luar negeri, kecuali dengan suami atau laki-laki yang masih memiliki hubungan darah, seperti saudara laki-laki atau paman, yang dikenal sebagai mahram.

Tapi ini pun ternyata tidak cukup.

"Tiga gadis yang memiliki mahram berada di dalam pesawat. Tetapi pejabat dari Kementerian Keburukan dan Kebajikan membawa mereka turun dari pesawat," ungkap Natkai.

Sementara itu, seorang pemuda yang dipanggil Shams, juga mengalami pencegatan di bandara saat menemani saudara perempuannya yang hendak ke luar negeri.

"Beasiswa ini memberikan harapan baru kepada adik saya setelah universitas di sini tutup. Dia meninggalkan rumah dengan harapan dan kembali sambil menangis. Semua haknya telah diambil," tandasnya.

Ahmad mengatakan beberapa perempuan bahkan meminjam uang untuk membayar visa pendamping laki-laki untuk menemani mereka, namun tetap dihentikan.

"Beberapa dari gadis-gadis ini sangat tidak berdaya dan miskin. Mereka bahkan tidak memiliki 400 afghani (5 dolar AS) untuk biaya verifikasi dokumen yang diminta oleh kementerian luar negeri," jelasnya.

Terpisah, Universitas Dubai dan Al Habtoor telah mengonfirmasi gadis-gadis tersebut dihentikan (di bandara). Al Habtoor mengkritik otoritas Taliban dalam unggahan pesan video di Twitter, mengatakan laki-laki dan perempuan setara dalam Islam.

Video tersebut juga berisi pesan suara dalam bahasa Inggris dari seorang gadis Afghanistan yang diberhentikan di bandara.

"Kami sekarang berada di bandara tapi sayangnya, pemerintah tidak mengizinkan kami pergi ke Dubai," katanya.

"Bahkan mereka tidak mengizinkan yang punya mahram. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Tolong bantu kami," serunya.

Tindakan terbaru Taliban ini menimbulkan kekecewaan di kalangan kelompok hak asasi manusia dan diplomat.

"Ini adalah langkah penting dan mengkhawatirkan, melampaui tingkat kekejaman luar biasa yang telah dilakukan Taliban dengan tidak memberikan pendidikan kepada anak perempuan dan perempuan," ujar Heather Barr dari Human Rights Watch.

"Ini menjadikan mereka sebagai tahanan untuk mencegah orang lain membantu mereka belajar," lanjutnya.

Terpisah, Taliban belum mengeluarkan pernyataan atau klarifikasi apa pun. sedangkan juru bicara Kementerian Keburukan dan Kebajikan Mohammad Sadiq Akif Muhajir mengatakan kepada BBC, mereka tidak mengetahui insiden tersebut.

Adapun juru bicara senior Taliban, Zabihullah Mujahid, juga menolak berkomentar, mengatakan dia sedang bepergian dan tidak memiliki informasi apapun.