Syamsuddin Haris Pernah Tegaskan Tak Ada Taliban di Tubuh KPK
KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Novel Baswedan menyebutkan isu radikalisme dan Taliban yang menjadi viral di media sosial sering kali digunakan pendukung koruptor yang terganggu dengan proses pengusutan korupsi lembaganya.

"Isu radikal-Taliban sudah sering digunakan oleh para pendukung koruptor padahal jelas itu isu tidak benar dan mengada-ada," jelas Novel kepada wartawan, seperti yang diberitakan VOI, Senin, 25 Januari. 

Menurutnya, isu ini sering kali digunakan pendukung koruptor untuk menyerang KPK. Hal ini selalu terjadi ketika komisi antirasuah tersebut melakukan pengusutan kasus korupsi.

"Kawan-kawan sudah bisa menandai bahwa isu itu dihembuskan biasanya ada kepentingan mereka yang terganggu di KPK dan selama ini memang demikian. Bila KPK sedang bekerja benar untuk memerangi korupsi maka mereka, (para pendukung koruptor) menyerang dengan menggunakan isu itu," ungkapnya.

Sementara itu, sebelumnya peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini jadi anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris, pernah menampik isu taliban di dalam KPK.

Syamsuddin pernah bekerja sama dengan KPK dalam rangka riset. Ia mengaku tidak menemkan ciri yang mengarah pada identitas taliban di dalam lembaga antikorupsi tersebut.

"Tidak ada Taliban. Itu adalah isapan jempol belaka untuk membenarkan saudara tua (baca: polisi) masuk dan mengobok-obok KPK," tulis Syamsuddin saat itu melalui akun Twitternya @sy_haris. 

Istilah Kelompok Taliban dan Polisi India dilontarkan pertama kali oleh pengamat kepolisian Indonesia Police Watch, Neta S. Pane. Kelompok Taliban merujuk ke penyidik Novel Baswedan yang dinaungi KPK. Sedangkan Polisi India merujuk ke penyidik yang berasal dari institusi Polri.

Novel Baswedan sendiri merasa narasi-narasi fitnah tersebut masih terbilang efektif untuk menyerang pemberantasan korupsi. Namun dia meyakini masyarakat sudah semakin cerdas dalam menanggapi persoalan tersebut.