Baru 32 Persen Masyarakat Jabodetabek yang Menggunakan Transportasi Massal
Situasi di dalam MRT. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Diperlukan komitmen bersama dan kerjasama seluruh pihak untuk mengoptimalkan pengembangan transportasi massal di Jabodetabek. Upaya itu dilakukan, khususnya untuk meningkatkan persentase penggunaan angkutan massal menjadi 60 persen di Jabodetabek.

Demikian disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat membuka Rapat Koordinasi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang diselenggarakan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub di Jakarta, Selasa 4 Februari.

“Impian ini tentunya tidak serta merta dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah saja. Masing-masing kita punya wewenang yang berbeda-beda, kepentingan yang berbeda dan rencana yang berbeda pula, sehingga perlu adanya kolaborasi dan koordinasi dari seluruh pihak untuk saling berkomitmen dan bekerjasama dengan mengacu kepada RITJ (Rencana Induk Transportasi Jabodetabek),” ujar Menhub Budi.

RITJ yang telah disahkan melalaui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018, merupakan manifestasi awal dari hasil kooordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pembangunan transportasi di Wilayah Jabdoetabek yang disusun oleh Kementerian Perhubungan.

Saat ini tercatat, pergerakan manusia di Jabodetabek pada tahun 2018  sekitar 88 juta per hari. Pada tahun 2019, tercatat baru 32 persen masyarakat yang menggunakan angkutan massal. Untuk itu, pemerintah terus mengajak masyarakat beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi publik dengan push dan pull policy.

“Jumlah pengguna transportasi umum di Jakarta saat ini 38 persen. Idealnya itu harusnya 60 persen bahkan 70 persen. Oleh karenanya sekarang pemerintah giat membuat berbagai transportasi umum yang handal seperti MRT, LRT, dan BRT. Angkutan massal itu merupakan suatu keniscayaan yang harus kita bangun,” tutur Menhub Budi.

Adapun langkah-langkah push policy dilakukan dengan cara pembatasan langsung menggunakan kendaraan pribadi, yakni penerapan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) sebagai alternatif pengganti kebijakan ganjil-genap.

Pemerintah daerah juga dapat mendorong pembatasan kepemilikan misalnya dengan pajak maupun persyaratan tertentu untuk memiliki kendaraan pribadi seperti persyaratan memiliki garasi. 

Kemudian langkah-langkah yang bersifat bersifat pull policy seperti meningkatkan ketersediaan angkutan umum massal baik berbasis jalan maupun rel serta meningkatkan aspek integrasinya baik dari sisi fisik maupun sistem.

Skema KPBU

Terkait pembiayaan pembangunan transportasi di Jabodetabek, Menhub Budi mengatakan, perlu pemanfaatan skema KPBU atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha agar tidak semua dibebankan pada pemerintah pusat.

“Saat ini Pemerintah sedang berinisiatif membuat KPBU yang melibatkan swasta untuk mengembangkan transportasi. Sudah kita inisiasi di beberapa tempat kalau lapangan udara itu sudah ada Labuan bajo, kereta api sudah ada di Sulawesi selatan, laut dan sebagainya. Oleh karenanya bukan tidak mungkin LRT,MRT yang ada di Jakarta ini kita akan lakukan dengan pola-pola pendanaan seperti itu,” jelas Menhub Budi.