Bupati Mimika Diduga KPK Tentukan Sendiri Pemenang Proyek Pembangunan Gereja Kingmi Mile 32
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (Foto: Wardhany T/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Bupati Mimika nonaktif Eltinus Omaleng secara sepihak menentukan pemenang proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32. Dugaan ini didalami dengan memeriksa tiga saksi, salah satunya PNS Puspem Pemkab Mimika Deassy Ceraldine Tanser.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Deassy diperiksa pada Senin, 31 Oktober kemarin. Dia diperiksa bersama dua saksi lain yaitu mantan Coordinator Project Manager PT Waringin Megah Daem Nova Prihanto dan swasta, Budiyanto Wijaya.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan berbagai proyek pembangunan di Pemkab Mimika dan dugaan adanya atensi khusus dari tersangka EO untuk menentukan sendiri pemenang dari proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32," kata Ali kepada wartawan, Selasa, 1 November.

Ali tak memerinci bagaimana Eltinus menentukan pemenang proyek pembangunan gereja itu. Namun, dia memastikan keterangan ketiga saksi itu akan membuat terang dugaan praktik lancung yang sedang diusut.

Diberitakan sebelumnya, Bupati Mimika Eltinus Omaleng resmi ditahan KPK setelah dijemput paksa. Dia menjadi tersangka dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.

Selain Eltinus, ada dua tersangka lain yang ditetapkan KPK namun belum ditahan. Mereka adalah Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) Marthen Sawy dan Direktur PT Waringin Megah (WM), Teguh Anggara.

Dalam kasus ini, KPK menduga ada ketidaksesuaian termasuk jangka waktu pekerjaan saat gereja dibangun dan kekurangan volume pekerjaan meski pembayaran sudah dilakukan. Akibatnya, negara merugi hingga Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar.

Selain itu, diduga terjadi berbagai pengaturan oleh Eltinus. Salah satunya menunjuk langsung PT Waringin Megah yang dipimpin Teguh Anggara.

 

Dari penunjukkan ini diduga terjadi kesepakatan pemberian fee sebesar 10 persen di mana 7 persen untuk Eltinus dan 3 persen Teguh.

Selain itu, diduga ada subkontraktor dari perusahaan lain yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) yang bekerja tanpa perjanjian kontrak. Eltinus disebut KPK turut menerima uang sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dalam kasus ini.