Diduga Terima Suap Terkait Pemeriksaan Keuangan Dinas PUTR Sulsel, 4 Pegawai BPK Ditahan KPK
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Empat anggota Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Sulawesi Selatan (Sulsel) ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka diduga menerima suap dari Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat terkait pemeriksaan laporan keuangan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan dugaan suap ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.

"KPK kemudian meningkatkan status perkara ini tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Agustus.

Adapun tersangka penerima suap adalah Kepala Perwakilan BPK Sulawesi Tenggara atau mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andi Sonny; pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik; mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel atau Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Sulsel Wahid Ikhsan Wahyudin; dan pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel Gilang Gumilar.

"Pihak pemberi adalah ER (Edy Rahmat) Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan," ujar Alexander.

Dalam kasus ini, Alexander menyebut BPK Perwakilan Sulsel punya sejumlah agenda termasuk melakukan pemeriksaan laporan Pemda Provinsi Sulsel tahun anggaran 2020. Untuk melancarkan kegiatan ini, dibentuk tim pemeriksa yang salah satu anggotanya adalah Yohanes.

"Salah satu entitas yang menjadi objek pemeriksaan adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel," ungkapnya.

Hanya saja, sebelum pemeriksaan dilakukan Yohanes diduga kerap menjalin komunikasi dengan anggota lainnya seperti Andi, Wahid, dan Gilang. Salah satu pembicaraan di antara mereka adalah memanipulasi temuan pemeriksaan.

Manipulasi ini berujung pada pemberian uang. Alexander mengatakan pemberian uang ini kemudian disepakati Edy dengan menyebutnya sebagai dana partisipasi.

Adapun uang suap tersebut berasal dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020. "Diduga besaran dana partisipasi yang dimintakan 1 persen dari nilai proyek," tegas Alexander.

"Dan dari keseluruhan dana partaisipasi yang terkumpul nantinya ER mendapatkan 10 persen," sambung dia.

Alexander memerinci uang yang diterima keempat pegawai BPK itu mencapai Rp2,8 miliar secara bertahap.

Kemudian Andi juga mendapat uang sebesar Rp100 juta yang kemudian digunakannya untuk mengurus kenaikan jabatan sebagai Kepala BPK Perwakilan.

"Sedangkan ER juga mendapat jatah sejumlah sekitar Rp324 juta dan KPK masih akan melakukan pendalaman terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel ini," ujar Alexander.

Sebagai tersangka pemberi, Andi, Yohanes, Wahid, dan Gilang kemudian ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan Rutan KPK pada Kavling C1. Sementara, Edy Rahmat kini sedang menjalani masa hukumannya di Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung selama empat tahun.

Akibat perbuatannya, keempat pegawai BPK itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Edy sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.