Legislator NasDem: Polri Penting Sampaikan Motif Pembunuhan Brigadir J Agar Tak Jadi Opini Liar
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Polri hingga kini belum terbuka mengungkap motif kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang diduga didalangi mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. 

Padahal, Presiden Joko Widodo sudah dua kali mengingatkan Polri untuk membuka kasus penembakan di rumah singgah Ferdy Sambo secara transparan, jangan ada yang ditutup-tutupi dan mengungkap kebenaran apa adanya. 

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Ahmad Ali, menilai penting pengungkapan motif penembakan yang menewaskan Brigadir J oleh Polri. Hal ini agar tidak menjadi opini liar di ruang publik. 

Apalagi belakangan, ada isu menyebut Brigadir J dibunuh lantaran mengetahui rahasia Ferdy Sambo, terkait bisnis haram dan istri simpanan. 

"Ya kalau tidak (diungkap motif, red) masyarakat akan bertanya dan membangun opini. Sehingga polisi penting untuk menyampaikan motifnya, agar opini tidak menjadi liar," ujar Ahmad Ali saat dihubungi, Kamis, 11 Agustus. 

Apalagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mengumumkan tersangka-tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J yang dijerat Pasal 340 dengan ancaman hukuman mati. Menurutnya, tidak mungkin sebuah kasus pidana terjadi tanpa adanya motif. 

"Menurut saya, tidak mungkin terjadi satu peristiwa pidana tanpa ada motifnya. Ada niat yang kemudian terjadi proses tindak pidana tersebut," jelas Ahmad Ali.

Namun Waketum Partai NasDem itu menilai, publik tidak perlu ikut menghakimi para tersangka dengan mendesak dijatuhkan hukuman mati. Ahmad Ali meminta masyarakat menyerahkan kasus ini kepada hukum yang berlaku hingga diputuskan pengadilan. 

“Kita tidak bisa hari ini mengatakan si A bersalah karena statusnya tersangka, karena nanti ada prosesnya sampai di ujung, di pengadilan. Jadi apa yang dilakukan polisi hari ini adalah proses awal, penyelidikan dan penyidikan. Kemudian dengan bukti yang cukup mereka menetapkan tersangka, dengan tentunya pasal 340 pasal maksimal pembunuhan perencanaan,” terangnya.

"Apakah kita akan menghakimi dia? Kita enggak usah ikut-ikutan. Kita ikut awasi saja proses ini berjalan. Polisi sudah menetapkan tersangka dan melengkapi berkasnya, kita lihat nanti sampai di pengadilan,” kata Ali.

Hingga saat ini Polri seolah tetap dengan pendiriannya tak membuka motif di balik pembunuhan Brigadir J ke publik. Ssudah dua kali alasan yang sama disampaikan mengenai hal tersebut.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebut Korps Bhayangkara menjaga perasan seluruh pihak yang terlibat di kasus tersebut, baik Irjen Ferdy Sambo maupun Brigadir J.

 “Untuk motif harus dijaga perasaan dua pihak, baik pihak dari Brigadir Yoshua maupun dari pihak saudara FS," ujar Dedi kepada wartawan, Kamis, 11 Agustus.

Bahkan Irjen Dedi mengutip pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan motif di balik kasus itu sangat sensitif. Karenanya, urusan motif itu disebut hanya bisa didengar oleh orang dewasa.

“Pak Menko Polhukam juga sudah menyampaikan karena ini masalah sensitif nanti akan dibuka di persidangan,” ungkap Dedi.

Menurutnya, bila motif pembunuhan itu langsung dipaparkan ke publik bakal menyebabkan timbulnya imej yang berbeda-beda di masyarakat. Karenanya, diputuskan untuk tak disampaikan ke publik.

“Di persidangan silakan kalau misalkan dikonsumsi publik, nanti timbul image yang berbeda-beda. Karena itu materi penyidikan dan semuanya akan diuji di persidangan Insyaallah akan disampaikan di persidangan,” kata Dedi.

Sebelumnya, Kabaresrkim Polri Komjen Agus Andrianto juga menyampaikan pernyataan yang tak jauh berbeda. Dia ogah mebeberkan motif karena menjaga perasaan semua pihak yang terlibat.

"Untuk menjaga perasaan semua pihak biarlah jadi konsumsi penyidik," kata Agus.

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, timsus menetapkan empat tersangka yakni Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada EE, Brigadir Ricky atau Brigadir RR, dan Kuat Maruf.

Dalam kasus ini, seluruh tersangka dipersangkakan Pasal 340 subsider 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Selain itu ada 31 personel Polri yang dinyatakan melanggar kode etik dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J. Bahkan, 11 di antaranya ditempatkan di ruang khusus.