Delapan Jarinya Diamputasi Tahun 2007, Pendaki Gunung Veteran Ini Sukses Mencapai Puncak Gunung Everest
Ravichandran Tharumalingam. (Instagram/ravieverest)

Bagikan:

JAKARTA - Kehilangan anggota tubuh tidak menghalangi pendaki yang satu ini untuk menaklukkan atap dunia, Gunung Everest, kendati di gunung itu pula ia mengalami insiden yang menyebabkan kehilangan jari-jari tangannya.

Terbaru, pendaki veteran ini justru mampu mewujudkan keinginannya untuk menaklukkan Everest pada Mei lalu, lima belas tahun setelah ia kehilangan delapan jari tangannya.

Berasal dari Malaysia, pendaki bernama Ravichandran Tharumalingam ini mengenang ekspedisi yang menyiksanya di tahun 2007 silam. Pria yang saat itu berusia 42 tahun, sangat fokus untuk mendaki Gunung Everest untuk kedua kalinya dalam dua tahun.

Itu membuatnya begitu euforia, sehingga mengalihkan perhatiannya dari sensasi kesemutan di jari-jarinya. Sebelumnya, dia berhasil mencapai puncak gunung untuk pertama kalinya pada tahun 2006.

Ravichandran atau Ravi begitu dia lebih suka dipanggil, akhirnya mencapai puncak gunung tertinggi di dunia sekali lagi, tetapi kali ini dengan biaya. Ujung delapan jarinya kemudian harus diamputasi karena radang dingin.

"Saya percaya itu ada hubungannya dengan (memprioritaskan) keinginan daripada bersikap rasional. Saya sangat putus asa untuk membuktikan suatu hal, saya terlalu memaksakan diri sehingga saya mengabaikan rasa sakit di jari-jari saya," kenangnya melansir CNA 28 Mei.

ravichandran tharumalingam
Ravichandran Tharumalingam. (Instagram/ravieverest)

Ketika itu, Ravi tidak menyadari jika sarung tangannya telah robek. Itu menyababkan jari-jarinya terbuka dan terpapar langsung hawa dingin yang sangat menyengat.

"Di benak saya, saya berharap sensasi di jari-jari saya akan hilang saat suhu semakin hangat dan matahari terbit lebih tinggi, tetapi ini tidak pernah terjadi. Jari-jari saya tidak bisa pulih," tuturnya.

Lima belas tahun setelah kejadian yang menentukan itu, Ravi yang sekarang berusia 57 tahun, telah kembali ke Gunung Everest dengan penuh kemenangan. Pada tanggal 5 Mei, Ravi mencapai puncak untuk ketiga kalinya dalam hidupnya, dan yang pertama sejak upaya sebelumnya membuatnya cacat.

Berbicara kepada CNA melalui wawancara video virtual dari Kathmandu, pendaki Malaysia itu menggambarkan bagaimana puncak Everest terbarunya 'adalah momen terbaik' dalam hidupnya.

Menyelesaikan ekspedisi tahun ini, tantangan yang dia beri nama Everest 3.0, adalah kesempatan untuk 'menaklukkan setan tua,' katanya.

"Setiap kali Anda kembali ke tempat-tempat yang membuat Anda merasa gelap dalam pikiran Anda, dan (Anda) mengatasi tantangan dengan lebih baik, itu memberi Anda ruang yang lebih cerah dan pandangan yang lebih cerah," ujarnya.

"Kembali ke Everest tahun ini, itu memberi saya pandangan yang lebih jelas tentang siapa saya dan kepercayaan diri yang saya miliki,” tambahnya.

ravichandran
Ravichandran Tharumalingam. (Instagram/ravieverest)

Ravi, yang juga menjadi pemandu untuk dua pendaki lainnya tahun ini, mengenang bagaimana 20 hingga 30 langkah terakhir menuju puncak memberinya "rasa pencapaian dan kepuasan yang baik."

Dia melakukan pendakian bersama salah satu kliennya, sesama warga Malaysia N Elanghovan (64), yang pertama kalai mencoba mendaki puncak Gunung Everest.

Ravi menggambarkan ekspedisi tahun ini sebagai lancar, karena dua kliennya dan dia membutuhkan waktu kurang dari sebulan untuk menyelesaikannya. Upaya sebelumnya pada tahun 2006 dan 2007 memakan waktu antara 45 dan 60 hari.

Dia juga bersyukur atas cuaca yang baik, dan timnya memanfaatkan angin yang relatif rendah untuk mendorong puncak mereka.

"Satu-satunya hal yang mengganggu saya tahun ini adalah saya merasakan frostnip di bagian depan jari saya (terputus). Beberapa jari saya masih bengkak dan saya yakin ini karena jaringan dan tulang yang dingin dan terbuka," tambahnya.

Ketidaknyamanan yang dia rasakan di jari-jarinya yang terputus mendorongnya untuk menyelesaikan pendakiannya dengan oksigen tambahan. Awalnya, Ravi berencana mendaki Gunung Everest tanpa tambahan oksigen tahun ini.

Oksigen tambahan biasanya digunakan oleh pendaki di ketinggian yang lebih tinggi, karena membantu mencegah halusinasi dan edema paru karena udara tipis yang berbahaya.

"Saya membuat keputusan yang bagus. Memasang oksigen adalah langkah yang tepat. Saya belajar dari kesalahan di perjalanan sebelumnya," tukasnya.

ravichandran
Ravichandran Tharumalingam. (Instagram/ravieverest)

Ketika ditanya tentang rencana pendakiannya di masa depan, Ravi mengatakan bahwa dia sudah bersiap untuk Everest 4.0, dan telah mengunggah di Facebook untuk membujuk pendaki agar mendaftar dengan timnya ke puncak Gunung Everest pada tahun 2023.

Namun, dia mengatakan harus terlebih dahulu menemui dokter di Malaysia untuk "melakukan amputasi yang tepat" dari delapan jarinya yang terputus (empat jari dari kedua tangan kiri dan kanannya).

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan konsultasi dengan dokter di Nepal setelah pendakiannya baru-baru ini, dia mengalami kesulitan dengan frostnip karena tulang di jari-jarinya yang terputus terbuka.

"Saya bersedia melalui proses yang menyakitkan ini lagi, untuk menghilangkan jaringan, menggiling bagian tulang yang terbuka, menarik kembali jaringan dan menjahitnya," papar Ravi.

"Saya akan kehilangan beberapa milimeter lagi dari masing-masing jari saya, tetapi saya percaya bahwa setelah proses amputasi, saya akan dapat menerima tantangan pendakian tanpa oksigen tambahan tahun depan," tandasnya.

"Saya percaya setiap manusia akan menghadapi kemundurannya sendiri. Saya kebetulan kehilangan jari," pungkas Ravi, menambahkan bahwa proses mengatasi kemunduran membuatnya lebih kuat.