Satgasus Tipikor Polri Selidiki Kelangkaan Minyak Goreng di Sulsel
Ilustrasi/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Pencegahan Korupsi Polri melanjutkan kegiatan pengkajian, telaah, dan menganalisis masalah kelangkaan dan fluktuasi harga minyak goreng ke wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel), setelah sebelumnya kegiatan serupa dilakukan di wilayah Jawa Timur.

Kegiatan pengkajian yang dipimpin oleh mantan penyidik senior KPK Budi Agung Nugroho, selaku Ketua Tim Satgasus Tipikor Polri dimulai dari hari Selasa 29 Maret. Kegiatan ini bekerja sama dengan Ditkrimsus Polda Sulawesi Selatan.

“Kegiatan ini dilakukan atas dasar perintah Kapolri dalam rangka menjaga pengamanan pasokan/ketersediaan minyak goreng dan stabilitas harganya di pasar utamanya menjelang bulan Ramadhan dan menghadapi Lebaran Idul Fitri,” kata Budi, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu 2 April.

Selain mengkaji permasalahan minyak goreng, Satgasus Tipikor Polri juga melakukan pengecekan distribusi pupuk bersubsidi di wilayah tersebut. Kegiatan tersebut diawali dengan pertemuan bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang dihadiri sejumlah kepala dinas terkait, produsen dan distributor minyak goreng, termasuk perusahaan pupuk.

Budi menjelaskan, pada pertemuan tersebut pihaknya meminta data dan informasi terkait kebutuhan konsumsi minyak goreng, alokasi pupuk bersubsidi serta ketersediaan jumlah Bapokting yang dapat disalurkan oleh distributor ke masyarakat di wilayah Sulsel.

“Pertemuan tersebut membahas adanya ketidakakuratan data pendistribusian minyak goreng. Satgasus Pencegahan Tipikor Polri mendorong unit kerja terkait untuk memperbaiki data yang dimaksud,” kata Budi.

Kegiatan pengkajian dilanjutkan dengan melakukan pengecekan langsung ke tempat distributor dan penjual minyak goreng kemasan dan curah serta gudang pupuk bersubsidi yang ada di wilayah Sulsel.

Kemudian tim melanjutkan pengecekan di kilang minyak milik PT Sinar Mas, PT Wilmar dan PT Star yang berada di wilayah Pelabuhan Makassar.

Hasil pengecekan di PT Sinar Mas diperoleh data, masih memiliki persediaan 900 ton per hari Kamis 31 Maret. Sedangkan PT Wilmar tersedia 263 Ton untuk hari yang sama. Untuk PT Star sendiri, dalam tiga kilang yang berada di area, sedang kosong namun telah masuk pasokan sebesar kurang lebih 2000 ton dan dalam posisi menunggu antrian bersandar di pelabuhan.

“Kebutuhan masyarakat Makassar sendiri dalam penggunaan minyak goreng menurut data Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulsel adalah sebesar 314 ton atau 345.000 liter per hari,” kata Budi.

Merujuk data tersebut, menurut Budi, masyarakat di Kota Makassar dan sekitarnya, tidak perlu melakukan pembelian berlebihan (panic buying). Karena pasokan minyak goreng ke depan di Kota Makassar akan terus tersedia.

“Namun demikian kami tetap menaruh perhatian terhadap adanya pola pembelian masyarakat terhadap minyak curah yang dijual kembali dalam kemasan yang memicu kenaikan harga minyak goreng di pasaran,” kata Budi.

Ia menekankan, apabila nantinya ditemukan oknum-oknum yang memanfaatkan keadaan tersebut, Tim Satgassus mendorong masyarakat untuk melaporkan ke Satgas Pangan Polda Sulsel.

Usai bertemu Pemprov Sulsel, Tim Satgasus Pencegahan Tipikor Polri melanjutkan kegiatan menuju Kabupaten Maros untuk meninjau kios Gapoktan guna mengecek pasokan pupuk yang tersedia.

Dalam diskusi diperoleh data dari rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) Provinsi Sulsel sebesar 2,2 juta ton pupuk bersubsidi sementara realisasi alokasi untuk Provinsi Sulsel hanya sebesar 500 ribu ton pupuk bersubsidi.

Budi menambahkan, temuan ini harusnya menjadi perhatian Dinas Pertanian khususnya bagian penyuluh pertanian lapangan untuk memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada para petani yang bernaung di kelompok tani agar pendistribusian atau pembagian pupuk bersubsidi dapat dilakukan secara adil dan merata sesuai besaran realisasi yang diterima oleh area tersebut.

Dalam hal ini juga, Ketua Tim Satgassus Pencegahan Tipikor Polri mengimbau masyarakat khususnya para petani di wilayah Sulsel, agar mempercayakan pembagian pupuk bersubsidi kepada kelompok tani nya, sehingga diharapkan tidak lagi ditemukan petani yang anarkis dalam pengambilan jatah pupuk bersubsidi.

“Namun demikian, apabila ditemukan penyimpangan dalam pendistribusian, petani diharapkan segera melaporkan kepada Dinas Pertanian atau PPL di wilayah nya,” kata Budi.