Penyebaran COVID-19 Masih Rawan, Pemerintah Disarankan Hati-hati Saat Longgarkan Aturan di Bulan Puasa
Ilustrasi/Foto: PIXABAY

Bagikan:

JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyarankan pemerintah untuk hati-hati melakukan pelonggaran aturan di bulan puasa mendatang. Meski cakupan vaksinasi COVID-19 sudah tinggi, langkah ini dirasa perlu karena Indonesia masih dalam kondisi rawan.

Hal ini disampaikan untuk menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyatakan aktivitas di bulan ramadan bisa normal. Asalkan, cakupan vaksinasi dua dosis dan pemberian dosis ketiga atau booster bagi kelompok rentan sudah tercapai.

"Pelonggaran yang dilakukan pemerintah termasuk sekarang mau jelang bulan ramadan, ya, memang bisa dilakukan. Tapi jangan sampai mengendorkan apalagi menghilangkan aspek protokol kesehatan karena itu berbahaya," kata Dicky saat dihubungi VOI, Kamis, 17 Maret.

Dicky mengatakan cakupan vaksinasi COVID-19 yang tinggi, benar bisa menjaga masyarakat dari penyebaran virus.

Tapi, yang perlu diingat, jumlah masyarakat yang divaksin lengkap harus mencapai 90 persen. "Itu yang disebut aman atau modal untuk melakukan pelonggaran aktivitas," tegasnya.

Lebih lanjut, Dicky menyebut, Indonesia harusnya bisa berkaca dari sejumlah negara di Eropa. Salah satunya, Denmark yang sudah mulai melakukan pelonggaran secara masif.

"Misalnya Denmark, dia udah enggak ada masker, pelonggaran di banyak sektor tapi sekarang tingkat hunian rumah sakitnya meningkat. Tingkat kematiannya meningkat tinggi," ujarnya.

Dia membenarkan vaksin memang membuat orang yang terpapar COVID-19 khususnya varian Omicron tak mengalami gejala atau bergejala ringan. "Tapi yang harus diingat, harus disadari dalam era Omicron plus ini, imunitas yang timbul dari hasil terinfeksi maupun vaksin menurun seiringnya waktu," jelas Dicky.

"Ini artinya menuntut adanya konsistensi dalam perlindungan lain, aspek protokol kesehatan dan tracing, testing, serta treatmen walaupun tidak perlu seketat saat cakupan vaksin masih rendah," imbuhnya.

Dicky mengingatkan semua pihak, khususnya para pemangku kebijakan untuk bersabar dalam menghadapi pandemi, termasuk dalam melonggarkan aturan. Apalagi, saat ini kondisi Indonesia masih rawan.

"Lagipula ini statusnya masih pandemi. Seluruh dunia masih terjadi, angka kesakitan bahkan angka kematian masih tinggi sebetulnya. Positivity rate kita masih tinggi di atas 5 persen," ujarnya.

"Jadi bahwa kita ada progress membaik, iya. Tapi yang harus kita sadari, ini belum masa atau masa melakukan banyak pelonggaran," kata Dicky.

Diberitakan sebelumnya, Budi Gunadi meminta masyarakat segera menerima vaksin COVID-19 secara lengkap. Tujuannya, agar saat puasa maupun lebaran mendatang kondisi normal bisa dirasakan masyarakat.

"Mudah-mudahan, kalau kita bisa disiplin vaksinasi dosis kedua untuk masyarakat dan juga lansia, mudah-mudahan nanti kondisi kita di bulan puasa menjadi lebih baik dan ini merupakan salah satu kondisi agar kita bisa mengkaji kembali apa yang akan kita putuskan nanti di masa ramadan dan Idulfitri tahun ini," kata Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Senin, 14 Maret.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator PPKM Jawa Bali Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan hal ini bakal diberlakukan jika vaksinasi booster terus ditingkatkan. Pasalnya, cakupan vaksinasi booster masih tertinggal dibandingkan dengan Arab Saudi dan Malaysia.

"Menjelang Ramadhan dan nanti Lebaran kita berharap akan lebih bebas dalam bulan Ramadhan tapi untuk itu kami titip supaya kita semua melakukan vaksinasi lengkap dan booster," tegas Luhut.

Luhut meminta masyarakat untuk tidak memilih-milih jenis vaksin COVID-19 booster. Ia menegaskan bahwa seluruh jenis vaksin sudah dinyatakan efektif melawan varian baru Corona yang ada.

"Kita berharap ibadah umat muslim dalam lebaran nanti dapat berjalan maksimal dengan tetap menerapkan prokes sehingga tidak terjadi lonjakan kasus," jelasnya.

"Masih ada 2 minggu sebelum bulan puasa untuk mepercepat vasinasi ini," pungkas Luhut.