Keinginan Luhut Perpanjang Masa Jabatan Tidak Merepresentasikan Presiden Jokowi
Presiden Jokowi/Foto: Setkab

Bagikan:

JAKARTA –  Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menggulirkan wacana penundaan pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi beberapa tahun. Luhut menjelaskan wacana tersebut berasal dari mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia di media sosial yang dikumpulkannya menjadi big data.

Pakar komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai pernyataan bukan representasi dari keinginan Presiden Jokowi yang berkali-kali mengatakan menolak untuk memperpanjang masa jabatan.

“Ini lah bedanya, pak Jokowi adalah seorang negarawan yang taat konstitusi. Menjadikan konstitusi adalah landasan berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan pak Luhut yang politikus yang memang berpikir secara politik,” kata Emrus kepada VOI, Rabu 16 Maret.

Menurutnya, Presiden Jokowi tidak akan terjebak dalam wacana yang bisa mencoreng namanya dan akan menolak perpanjangan masa jabatan jika memang benar-benar digulirkan.

Emrus pun mengaku wacana penundaan pemilu memang merupakan aspirasi dari seorang Warga Negara Indonesia yang dijamin oleh UUD 1945. Menurutnya, dalam negara demokrasi semua orang bebas untuk mengeluarkan pendapat.

“Namun perlu digarisbawahi bahwa aspirasi yang siapa pun keluarkan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Dalam hal pak Luhut jelas di UUD 1945 kita bahwa masa bakti seorang presiden maksimal dua periode. Jadi jika ada yang mengusulkan untuk penundaan pemilu artinya ingin melanggar konstitusi,” ujarnya.

Emrus pun mengaku siap berdiskusi langsung dan berdebat dengan Luhut jika diperlukan terkait masalah penundaan pemilu.

“Saya siap berdebat dengan pak Luhut atau dengan siapapun yang menggulirkan wacana penundaan pemilu karena menurut saya sebagai warga negara yang baik harus memegang teguh pada konstitusi,” pungkasnya.