Ungkap Praktik Pinjol, Bareskrim Polri: Banyak yang Klaim sebagai Koperasi
ILUSTRASI/VOI

Bagikan:

Makassar—Lantaran tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bareskrim Polri membongkar praktik pinjaman online (pinjol) ilegal. Dalam kasus ini, delapan orang ditetapkan sebagai tersangka.

"Jadi kita telah lakukan penangkapan total keseluruhan adalah 8 tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Helmy Santika kepada wartawan, Kamis, 29 Juli.

Pengungkapan ini, bermula dari pengembangan kasus pinjol sebelumnya yang melibatkan PT SCA di kawasan Jakarta Utara. Sebab, dalam penyelidikan diketahui perusahaan itu ternyata memiliki jaringan perusahaan pinjol lainnya. Bahkan, beberapa di antaranya mengklaim sebagai koperasi.

"Kita bisa mengetahui ada beberapa jaringan lain. Ada di Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur dan di Medan," kata Helmy.

"Kemudian tim berangkat ke Medan, melakukan profiling, penyelidikan dan kita melakukan penangkapan di medan. Dari situ berkembang bahwa ternyata para pelaku itu selain PT SCA juga terafiliasi dengan beberapa KSP (Koperasi simpan pinjam)," sambung dia.

Selain itu, Helmy menyebut, dua dari delapan tersangka merupakan debt collector. Mereka kerap menggunakan cara-cara yang meresahkan masyarakat.

"Di mana mereka membuat pesan-pesan, tulisan yang mungkin sifatnya sudah mencemarkan nama baik," ungkap Helmy.

Tidak terdaftar dan melanggar aturan

Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing, menyebut perusahaan pinjol ini dikatakan ilegal karena tidak terdaftar. Sehingga, mereka telah melanggar aturan.

"Jadi prinsip pinjol harus ada izin. Itu prinsip utama. Kita lihat di aturan OJK 77 tahun 2016, bahwa setiap penyelenggara pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi harus terdaftar OJK. Jadi pada saat terdaftar nanti, pada setelah 1 tahun bisa mengurus perizinan," papar Tongam.

Selain itu, aksi para perusahan pinjol ilegal ini bisa dikatakan sebagai tindak penipuan. Sebab, banyak hal-hal yang tak sesuai dengan perjanjian awal sehingga merugikan masyarakat.

"Kerugian yang terjadi di masyarakat dari kerugian materil dan in materil ini, materil mereka ini menipu sebenarnya. Pinjamannya sebenarnya 1 juta yang di transfer 600 ribu kemudian bunganya juga tidak sesuai perjanjian, jangka waktu juga tidak sesuai," ujar Tongam.

Dengan terungkapnya kasus ini, para tersangka bakal dipersangkakan dengan Pasal 44-45 ayat 3 UU ITE, Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Cipta kerja, Undang-Undang Cipta Karya, serta pasal 13 KUHP. Sehingga, para pelaku terancam hukuman pidana penjara sekitar 5 tahun.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!